Menyelamatkan Hutan Meraih Masa Depan
Sudah 25 tahun WARSI berjuang di tingkat tapak dan ikut berperan dalam mempengaruhi kebijakan untuk penyelamatan hutan tersisa dan hak kelola masyarakat. Banyak sudah capaian yang diraih, tentu dengan tantangan dan berbagai rintangan yang ada dan juga semakin bervariasi. Tantangan utama yang dirasakan adalah dominasi korporasi dalam penguasaan lahan, minimnya dukungan negara dalam upaya-upaya penyelamatan hutan dan keberpihakan pada masyarakat.
Namun demikian WARSI tidak patah semangat, yakin masih ada celah untuk upaya yang dilakukan. Dalam rencana strategisnya WARSI sudah menegaskan langkah penting yang akan diwujudkan yaitu hutan dikelola secara lestari oleh masyarakat, kawasan yang tidak bisa dikelola oleh masyarakat dapat mengakomodir ke- butuhan masyarakat, mempertahankan tutupan hutan alam, tutupan dan kekayaan ekosistem agroforestry dipertahankan dan suku asli memiliki peluang untuk melakukan aktivitas sosio-ekonomi yang sesuai budayanya.
Untuk mencapainya, sudah dijabarkan dalam sejumlah kegiatan bersama masyarakat, di antaranya melalui program pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) atau yang belakangan juga mendapat dukungan pemerintah dengan nama perhutanan sosial. Dalam kegiatan ini WARSI melakukan sejumlah inisiatif untuk pelibatan masyarakat mengelola hutan melalui skema hutan adat, hutan desa dan nagari, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat. Fokus kegiatan WARSI terkait ini dilakukan di Sumatera dan Kalimantan. Untuk pengalokasian ruang kelola rakyat ini di tingkat awal juga sangat penting untuk memasukkannya dalam perencanaan pembangunan daerah. Untuk itulah WARSI juga terlibat bersama pemerintah untuk penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan memberi masukan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah. Meski juga sangat disayangkan tidak semua usulan terkait ekologi dan lingkungan terakomodir dalam KLHS dan RTRW karena pemerintah juga mengakomodir dari stakeholder lain terutama dalam pengembangan ekonomi berbasis ...baca selanjutnya...lahan.
Sedangkan untuk pengembangan masyarakat di dalam dan sekitar hutan khususnya suku asli marjinal, WARSI juga sudah mengambil langkah penting yaitu pengakuan hak hidup dan hak-hak dasar suku-suku asli marjinal, seperti Orang Rimba, Talang Mamak dan Batin Sembilan. Bahkan WARSI juga sudah melakukan survei pada suku-suku lainnya di Sumatera seperti Suku Utan, Bonai, Laut, Lom, Sakai dan Duano. Kegiatan yang dikembangkan WARSI bersama suku ini di antaranya perjuangan wilayah hidup, layanan pendidikan, kesehatan dan tentu pengembangan ekonomi. Dukungan para pihak untuk kelompok asli marjinal ini juga sudah mulai banyak di antaranya adanya dukungan dari Lembaga Bio Molekuler Eijkman untuk meneliti penyakit menular pada Orang Rimba, dukungan dari relawan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jambi yang turun membantu layanan kesehatan ke suku-suku marjinal ini terutama Orang Rimba dan Batin Sembilan. Di samping juga terus melakukan advokasi pada instansi pemerintah untuk mengambil peran dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Selain langsung melakukan kegiatan bersama masyarakat, WARSI juga menilai sangat penting untuk terlibat langsung dalam berbagai koalisi bersama untuk pencapaian penyelamatan hutan tersisa. Di antaranya saat ini bersama 28 NGO lain se Indonesia sedang mengupayakan adanya pembuatan peta jalan (road map) menuju Indonesia bebas deforestasi. Langkah ini diambil karena ketika NGO menyuarakan adanya nol deforestasi, pemerintah sudah menyikapi dengan adanya moratorium perizinan kehutanan. Namun kenyataannya setelah 6 tahun moratorium kehilangan hutan masih tetap terjadi, yaitu sebesar 2,7 juta ha atau lima kali pulau Bali. Hal ini menunjukkan adanya masalah dengan moratorium yang sudah diberlakukan pemerintah. Untuk itu melalui Koalisi bersama NGO ini, mengusulkan supaya moratorium diatur dengan keputusan presiden atau peraturan pemerintah dan jangka waktunya ditentukan sepanjang minimal 25 tahun.
Untuk percepatan PHBM WARSI terlibat langsung dalam sejumlah kelompok kerja (Pokja) perhutanan sosial, baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Terlibat langsung bahkan menginisiasi pembentukan pokja di sejumlah kabupaten, merupakan upaya untuk mendorong pencapaian target perhutanan sosial yang mencapai 12,7 juta ha pada tahun 2019 nanti. Selain itu, WARSI juga mendorong adanya One Map Policy untuk Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial (PIAPS) dan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG). Kawasan gambut yang perlu untuk dipulihkan mencapai 2 juta ha yang selama ini mengalami kerusakan parah akibat kebakaran maupun pemanfaatan gambut yang serampangan.
Di usianya mencapai 25 tahun ini, ada sejumlah catatan yang akan menjadi tantangan ke depannya, yaitu hutan masih dilihat sebagai tegakan kayu, belum muncul kesadaran akan pentingnya hutan untuk kehidupan, pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan masih sangat rendah, suku adat marjinal yang hidup di dalam dan sekitar hutan merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan dengan berbagai perubahan, baik perubahan lingkungan maupun perubahan sosial, kehilangan hutan memicu terjadinya kepunahan suku-suku yang menggantungkan hidupnya pada hutan (genosida) namun negara abai dan lalai dalam upaya penyelamatan hutan sehingga berpotensi melanggar HAM masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.
Menyikapi ini ke depannya WARSI secara tegas akan menentang rezim perizinan yang akan berkontribusi meningkatkan laju deforestasi, mendukung upaya pemerintah untuk percepatan capaian Perhutanan Sosial 12,7 ha hutan dan restorasi 2 juta ha gambut, akan memperjuangkan moratorium perizinan hutan, akan tetap melanjutkan perjuangan redistribusi lahan untuk suku adat marginal, akan melakukan pendampingan dan advokasi secara menyeluruh untuk perlindungan hutan serta melakukan advokasi dan pendampingan pada suku adat marjinal. (Diki Kurniawan)
KERAJINAN
Sejumlah desa di Provinsi Jambi dan Sumbar memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang cukup bagus. ...
ORANG RIMBA
“Sejak tahun 70-an, pemerintah secara sentralistik telah memberikan izin pengusahaan dan pengelolaan hutan kepada dunia usaha atau perusahaan. Beberapa kawasan hutan sebagai tempat hidup Orang Rimba dengan sekejap berubah menjadi hak penguasaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), transmigrasi dan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit” ...
RADIO KOMUNITAS
“Selamat siang, kanti-kanti….masih di Benor 88 koma 8 FM, Iyoy ado poson pado siapo bae kanti di delom. Kalo kanti-kanti ado nang botomu pado Ibu Anggun, tolong disampaiko poson dari Pak Haji Dimay, kalo Pak Haji nunggu kaboron dari Ibu Anggun
...
SUKU ADAT
Tekanan yang diberikan oleh berbagai pihak tidak hanya pada kerusakan sumber hidup dan penghidupan suku-suku minoritas. Lebih dari itu, suku-suku adat minoritas juga mendapat tekanan sosial dari masyarakat sekitar. ...
Inisiatif KKI WARSI di Lahan Gambu
Pasca kejadian kebakaran hutan dan atau lahan (Karhutla) pada tahun 2015 lalu, gambut menjadi perhatian banyak pihak, termasuk di Provinsi Jambi. Mulai dari lembaga Negara hingga lembaga non pemerintah baik nasional maupun internasional.
Menjaga Serampas Tantangan Pasca Perda Pengakuan MHA Marga Serampas
“Pada Tanggal 7 November 2016 masyarakat adat Serampas yang berada di Desa Renah Alai, Polres Merangin dan Dandim Sarko melakukan sweeping ke perbatasan antara Desa Renah Alai dengan Sungai Lalang.
Perempuan dan Tata Kelola Hutan
Hutan secara harfiah dapat diartikan sebagai areal dengan luas dan didominasi oleh pepohonan, serta mempunyai unsur biotik dan abiotik yang saling ketergantungan dalam iklim mikro.
Manifestasi Praktek Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Bungo
“Aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan merupakan aspek-aspek pembangunan yang sangat dinamis dan selalu berubah. Usaha dalam mengontrol dan menjaga keberlanjutan aspek-aspek tersebut agar perkembangannya dapat berjalan beriringan secara harmonis dan seimbang adalah melalui penyusunan kebijakan yang baik dan dapat diwujudkan melalui penyusunan rencana baik tingkat wilayah, kota, atau tingkatan lainnya. Hal inilah yang mendasari mengapa konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan hijau diperlukan dalam perencanaan wilayah dan kota”.
Pembangunan Energi Panas Bumi
Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia.
Advokasi dari Udara
“Ada informasi dari masyarakat desa, ada lahan kebun sawit terbakar hebat,” kata Habib salah satu fasilitator lapangan WARSI pada Juli 2015.